Hidayatullah Sleman

 

Sabtu, 07 Mei 2016

Jalan Terbaik Lahirkan Generasi Beradab Ya Ikuti Cara Nabi Mendidik

0 komentar

Laporan : Imam Nawawi
Merosotnya nilai, moral dan adab anak bangsa yang kian meningkat belakangan ini menjadikan semua elemen bangsa turut perihatin.
Demikian salah satu hal yang disampaikan penulis buku-buku parenting Muhammad Fauzil Adhim dalam acara Tabligh Akbar di Masjid Raya Baiturrahim Jayapura Sabtu, (07/05/2016) yang dikenal Lembaga Amil Zakat Nasional Baitul Maal Hidayatullah (Laznas BMH).
Dalam acara ini, Fauzil Adhim lebih banyak  membahas penanaman adab pada anak.
Dalam paparannya, ayah tujuh anak itu mengatakan bahwa sejatinya tidak ada perbedaan antara anak zaman sekarang dengan anak zaman dahulu.
“Rasulullah mengatakan kullu mauludin yuladu alal fitrah. Artinya setiap anak lahir dalam keadaan fitrah,” paparnya.
Oleh karena itu tidak ada jalan terbaik untuk melahirkan generasi beradab selain dengan kembali mengikuti bagaimana Nabi Muhammad mendidik.
Bagaimana Nabi mendidik bisa dilihat dari bagaimana Allah mendidik Nabi Muhammad besrta sahabat dan umat Islam pada fase Makkah.
“Nasehat itu diberikan dengan kalimat yang ringkas dan didahului dengan perintah atau kalimat imperatif. Seperti, peritnah bacalah, bangkitlah, baru diikuti dengan penjelasan,” ulasnya.
“Tidak seperti sekarang dimana banyak orang tua yang lebih sering memberikan penjelasan daripada perintah,” imbuhnya.
Terkait pentingnya kalimat perintah, Fauzil memberikan bukti bahwa kalimat perintah atau larangan tidak berdampak buruk seperti asumsi banyak orang yang menganggap anak akan kehilangan kreativitas.
“Di negeri China, para guru mengajar dengan kalimat perintah dan larangan. Apa murid-murid tidak kreatif? Lihat saja sekarang, adakah barang di sekeliling kita yang bukan buatan China,” ungkapnya dengan nada bertanya.
“Jadi bukan perintah itu yang salah, tetapi cara menyampaikan perintah itu yang patut diperhatikan,” tegasnya.
Terkait hal itu, Fauzil mengajak jama’ah Masjid Baiturrahim memperhatikan bagaimana Al-Qur’an memberikan keteladanan.
“Kalimat Ya bunayya adalah tanda panggilan sayang. Oleh karena itu jangan memberikan perintah sementara cara kita memulainya tidak dengan lemah lembut penuh kasih sayang,” tuturnya.
Kemudian, yang tidak kalah penting, orang tua harus bisa dipercaya dan dihormati oleh anak-anak dengan cara berkata benar.
“Penting juga dipahami, bahwa orang tua dalam Islam harus mampu berkata benar, jujur, apa adanya. Jangan sampai, anak merengek pengen ikut ayahnya, kemudian sang ayah bilang kepada anaknya, ‘Coba lihat apa yang dilakukan ibumu,’ yang kemudian anak mencari ibunya dan dengan seketika, sang ayah ngacir dari anaknya. Ini jelas akan menjadikan anak tidak punya trust kepada orang tua,” pungkasnya.*
Rep: Imam Nawawi
Editor: Cholis Akbar
Admin: Mahmud Thorif

Rabu, 04 Mei 2016

SDIT Hidayatullah Jogja Galang Dana Peduli Suriah

0 komentar

Suara pekikan takbir membahana, memecah keheningan pagi di sepenjuru Yayasan As-Sakinah, Pondok Pesantren Hidayatullah Yogyakarta, hari ini, Kamis, 5/5/2016. Ratusan siswa-siswi SDIT Hidayatullah berantusias memadati Masjid Markazul Islam, yang terletak tepat di jantung kampus untuk menyemarakkan kegiatan penggalangan dana bagi sahabat-sahabat Muslim yang teraniaya di belahan dunia, terutama yang sedang membara saat ini, Aleppo, Suriah.

Kegiatan yang diselenggarakan oleh bagian Humas SDIT Hidayatullah Sleman bekerjasama dengan Baitul Maal Hidayatullah Jogja dan Yayasan As-Sakinah ini menghadirkan ustadz Abu 'Abdurrahman selaku koordinator Sahabat Suriah. Sahabat Suriah adalah pengembangan amal dari Sahabat Al Aqsha, jaringan keluarga muslim.

Ahlussunah Indonesia-Syam yang mengupayakan diri terlibat dalam pembebasan masjidil Aqsha.

Dalam orasinya, Abu 'Abdurrahman mengabarkan kondisi terkini umat Islam di bumi Suriah, Aleppo. Sebagaimana diketahui, dalam hampir dua pekan terakhir Aleppo terus dihujani roket Rezim Bashar Assad, Syi'ah dan sekutunya dari udara. Puluhan serangan telah membumi hanguskan kota Aleppo. Suplai air bersih terputus, sebab serangan udara telah membombardir Stasiun Pemompa Air disana. Selama lebih dari sepekan dilaporkan terjadi 260 serangan udara, 110 serangan Artileri, 18 rudal dan 68 bom, hingga mengakibatkan 250 jiwa sipil terbunuh. Dikabarkan pula, sebanyak 27 staff dan pasien di RS Al Quds yang berada di Aleppo telah tewas dalam sebuah serangan udara, termasuk Dr. Muhammad Waseem Maaz, dokter anak paling berkompeten di sana. Jumlah ini terus meningkat setiap harinya, baik serangan maupun korban jiwa.

Menurut saksi mata dari Aleppo, ini adalah serangan paling dahsyat dan brutal sejak perang dimulai. Sayangnya, hal yang paling tidak masuk akal terjadi saat ini. Hampir tidak ada media komersil dunia yang meliput dan memberitakan hal ini. Sehingga informasi seputar pembantaian brutal di Aleppo ini hanya bisa disalurkan dan didapatkan melalui media alternatif/sosial media dengan segala keterbatasan yang ada.

Situasi di Aleppo saat ini sangat genting. Aleppo boleh jadi akan terkepung sebentar lagi, maka seluruh dunia harus mengetahui hal ini dan bertindak segera. Setiap hari mereka digempur bom, dihujani roket, diledakkan dengan drum-drum berisi bahan peledak, dibidik dengan senapan-senapan mematikan, ditumpas, dibumi hanguskan, dibunuhi secara brutal, tak berperikemanusiaan oleh para musuh Allah, Bashar Assad beserta dedengkotnya, Syi'ah laknatullah dan para sekutu.

Mereka disakiti sebab mereka memegang teguh aqidah Ahlus sunnah wal jamaa'ah, mereka dibantai karena memegang teguh kalimah "Laa ilaaha illAllaah". Maka bagi seorang yang mengaku Muslim, wajib atasnya menolong saudara yang terzhalimi di bumi Suriah, baik dengan doa yang tak putus, tenaga, bantuan dana, dan apapun yang bisa diberikan untuk mereka. Dan haram bagi seorang Muslim untuk bersikap acuh tak acuh terhadap orang yang membutuhkan pertolongan saudaranya, sebagaimana yang disampaikan Syaikh Yusuf Al Qardhawi dalam fatwa terbarunya.

Oleh Karenanya, lewat aksi penggalangan dana ini diharapkan akan menumbuhkan jiwa solidaritas siswa-siswi SDIT Hidayatullah Sleman, juga mengobarkan semangat membela Islam dan membela kehormatan kaum Muslimin di dada-dada mereka. Dipahamkan pula kepada mereka, bahwasanya jika seorang Muslim tidak menolong saudaranya yang sedang terzhalimi, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar. Sebagaimana firman Allah 'Azza wa Jalla dalam surat Al Anfaal ayat 73, "Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar."

Setelah kegiatan penggalangan dana ini usai, Atina Fauzia, salah seorang siswi SDIT Hidayatullah mengaku geram dan marah mendengar kabar serangan membabi buta rezim Bashar Assad kepada kaum Muslimin Suriah, "Semoga Allah membalas semua perbuatan jahat Bashar Assad dan orang-orang syi'ah itu, kalau tidak di dunia, pasti akan Allah hukum di akhirat kelak..!!" Harap siswi yang tengah duduk di bangku kelas 6 ini.

Senada dengan harapan di atas, Muhammad Haidar yang masih duduk di kelas 2 pun berdoa demikian, "In syaa Allah, para musuh Allah akan merasakan akibat dari kejahatannya..! Dan Allah akan menolong semua orang Islam di Suriah." Pungkasnya dengan polos dan tulus.
Tak hanya anak didik, Ustadzah Ayun Afifah, guru Al Qur'an di SDIT Hidayatullah pun sangat mengecam serangan brutal yang terjadi di Aleppo belakangan ini, "Wa makaruu wa makarollaah, wallaahu khairul maakiriin. Janji Allah itu pasti, cepat atau lambat Bashar Assad dan sekutunya akan hancur binasa! Semoga sedikit yang kami kumpulkan hari ini, bisa berarti banyak untuk saudara-saudara kita di Suriah. Tentunya tak putus-putus doa untuk keselamatan mereka kami layangkan."

Alhamdulillah, infaq yang berhasil terkumpul dari penggalangan dana hari ini sebanyak Rp 16.282.500,- beserta sebuah anting emas. Semoga apa yang telah terkumpul dari panggilan hati siswa-siswi beserta para pendidik di SDIT Hidayatullah Sleman ini mampu mengundang pertolongan dan kemenangan dari Allah, sehingga perdamaian hakiki kembali melingkupi Aleppo, Suriah, Negeri Syam dan seluruh belahan bumi yang terzhalimi.

Allaahumma Aamiin.

Ida Nahdhah, Pendidik di Hidayatullah Yogyakarta.

Foto by Admin

Selasa, 03 Mei 2016

Rezim Asad Suriah dan Pendukungnya adalah Ashabul Ukhdud Abad ke-21

0 komentar

Risalah Departemen Luar Negeri Dewan Pengurus Pusat Hidayatullah tentang Situasi di Aleppo, Suriah
  1. Selama sembilan hari, sejak 22 April 2016, rezim Suriah yang dikendalikan oleh Basyar Al-Asad didukung oleh Iran dan Rusia, lakukan lebih dari 260 serangan udara, 110 artileri, 18 peluru kendali, 68 bom, membantai lebih dari 200 warga, serta lukai ratusan lainnya. Demikian laporan satuan tugas kedaruratan warga Syria Civil Defence, yang dikenal secara internasional bertugas menolong korban-korban serangan militer yang sudah berlangsung selama lebih dari lima tahun.
  2. Akibat gempuran dan agresi militer itu, untuk pertama kalinya dalam kurun lebih dari 1 milenium (1000 tahun), masjid-masjid Aleppo tidak melakukan solat Jum’at pada 29 April 2016. Demikian dilaporkan kantor-kantor berita diantaranya Asy-Syarqul Awsath.
  3. Aleppo (atau dalam bahasa Arab disebut حلب atau Halab) adalah nama salah satu kota tertua di dunia yang masih dihuni oleh manusia, dimulai sejak 5000 tahun sebelum Masehi. Aleppo juga kota terbesar di Suriah, ibukota propinsi paling utara, berbatasan dengan Turki. Kota Aleppo menempati kawasan seluas 190 Kilometer per segi, berpenduduk kurang lebih 2 juta jiwa.
  4. Seorang warga menolong seorang anak dari reruntuhan RS Al-Quds Aleppo. Foto: Aleppo Media Center
    Sejak Maret 2011, rezim Basyar Al-Asad memutuskan menggunakan kekerasan senjata untuk membunuhi, menteror, menangkapi, menyiksa sampai mati, warga Suriah, untuk mempertahankan kekuasaan keluarga dan kroninya. Akibat dari keputusan itu banyak wilayah Suriah yang terbelah dua. Ada yang warganya berhasil membebaskan diri dari kekuasaan diktator Asad, ada yang belum.
    Sejak 2012, milisi-milisi pendukung Asad semprotkan “الأسدأو نحرق البلد” (Pilih Asad atau Kami Bakar Negeri/Kota/Desa Ini) di tembok-tembok di seantero Suriah, termasuk di Aleppo
  5. November 2012, Aleppo terbagi dua. Sebelah utara berhasil dibebaskan oleh warga, sebelah selatan masih dikuasai rezim Asad. Kawasan yang berhasil dibebaskan oleh para Mujahidin dari kalangan warga, diembargo oleh rezim. Listrik diputus, air dimatikan, jalan-jalan diblokade, serangan militer terus menerus dikerahkan oleh rezim, baik dari udara maupun dengan artileri jarak jauh. Namun, warga dan Mujahidin yang berada di kawasan yang sudah dibebaskan dari rezim bersabar dan bertahan. Mereka bahkan membentuk Mahkamah Syari’ah yang mengatur tata tertib kehidupan dan keperluan masyarakat sebisa mungkin, seperti distribusi makanan, penyelesaian sengketa, pendataan penduduk, kebersihan, air, dan sebagainya. Sampai pada akhir musim panas tahun 2015 lalu, sebagian besar kota Aleppo berhasil dibebaskan.
  6. Awal Februari 2016, dibantu oleh kekuatan angkatan udara rusia dan milisi-milisi Syiah Iran dan Lebanon, Aleppo digempur dan direbut kembali oleh rezim. Terjadi eksodus (pengungsian besar-besaran) warga Aleppo ke dekat perbatasan Turki. Kantor-kantor berita dan media internasional menyebut kejadian itu sebagai krisis terburuk sejak berlangsungnya krisis kemanusiaan di Suriah.
  7. Memanfaatkan datangnya musim semi, di awal bulan April 2016, warga dan Mujahidin Aleppo mengerahkan kembali mujahadahnya untuk membebaskan kota itu. Alhamdulillah berhasil. Namun keberhasilan inilah yang memicu rezim Asad untuk melakukan pengerahan kekuatan militer besar-besaran, terutama lewat udara dan artileri jarak jauh, yang sudah berlangsung sembilan hari sampai hari ini.
  8. Aleppo Media Center, sebuah kantor berita yang didirikan oleh warga kota, juga berbagai media internasional seperti Aljazeera, menyiarkan foto-foto dan video-video penghancuran Rumah Sakit Al-Quds di kota itu. Tidak kurang dari 50 orang dokter, paramedis, karyawan, dan pasien dilaporkan terbunuh akibat serangan yang terjadi Jum’at 29 April 2016. Sebuah rekaman kamera CCTV di rumah sakit itu hari ini disiarkan oleh stasiun televisi Inggris Channel 4.
  9. Penghancuran RS Al-Quds merupakan salah satu kejahatan militer, dari rangkaian yang panjang sejak lima tahun lalu. Tapi hari-hari ini rezim Asad yang didukung Rusia dan Iran serta milisi-milisi bersenjata Syiah dari Iraq, Lebanon, dan Afghanistan sedang mengkonsentrasikan kejahatan agresi militernya ke Aleppo secara indiskriminatif.“#AleppoisBurning (حلب_تحترق#) (Aleppo Terbakar)” demikian hashtag yang kemudian mendunia, disematkan di laporan-laporan tentang pembumihangusan Aleppo. Rumah sakit, sekolah, pertokoan, pasar, rumah-rumah, semua dihujani rudal, bom meriam, bom gentong, dan mortir.
  10. Sejak tahun 2012, gerombolan-gerombolan bersenjata pendukung Asad telah berkampanye menggunakan grafiti (cat semprot) dengan tulisan di tembok-tembok di wilayah yang dikuasainya berbunyi: الأسدأونحرق البلد (Pilih Asad atau Kami Bakar Negeri/Kota/Desa Ini).
  11. Cara-cara yang digunakan oleh Rezim Basyar Asad, yaitu membakar warga kota Aleppo dengan peluru kendali, bom artileri, bom gentong, mortir dan lain-lain mengingatkan hamba-hamba Allah akan peristiwa yang pernah terjadi sebelum zaman Rasulullah. Peristiwa itu diabadikan oleh Allah di dalam Al-Quran surat Al-Buruj:
    1. وَالسَّمَاءِ ذَاتِ الْبُرُوجِ (1) وَالْيَوْمِ الْمَوْعُودِ (2) وَشَاهِدٍ وَمَشْهُودٍ (3) قُتِلَ أَصْحَابُ الْأُخْدُودِ (4) النَّارِ ذَاتِ الْوَقُودِ (5) إِذْ هُمْ عَلَيْهَا قُعُودٌ (6) وَهُمْ عَلَى مَا يَفْعَلُونَ بِالْمُؤْمِنِينَ شُهُودٌ (7) وَمَا نَقَمُوا مِنْهُمْ إِلَّا أَنْ يُؤْمِنُوا بِاللَّهِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ (8) الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ (9)
    “Demi langit yang mempunyai gugusan bintang, dan hari yang dijanjikan, dan yang menyaksikan dan yang disaksikan. Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit yang berapi (dinyalakan dengan) kayu bakar, ketika mereka duduk di sekitarnya, sedang mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang beriman. Dan mereka tidak menyiksa orang-orang Mu’min (orang beriman) itu melainkan karena mereka beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji, Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu.” (Al-Quran surah Al-Buruj ayat 1-9)
    1. Dalam penjelasan mengenai rangkaian ayat Al-Quran itu, Rasulullah Shallallaahu ‘alayhi wa sallam yang diriwayatkan oleh Imam Muslim (hadits no. 3005) melalui jalur Shuhaib Radhiyallahu ‘anhu, menggambarkan, bahwa telah terjadi pembantaian atas orang-orang yang beriman kepada Allah dan mempertahankan kemuliaan dirinya, oleh rajanya yang zhalim dan memaksakan kekuasaan mutlaknya. Pembantaian itu dilakukan dengan cara membakar semua orang beriman di dalam sebuah parit raksasa.
    2. Rezim Asad dan semua pihak yang mendukung kejahatan agresi militer berupa pengeboman, pembakaran, pembantaian, serta fitnah terhadap orang-orang yang beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang merupakan umat Nabi Muhammad Shallallaahu ‘alayhi wa sallam di Aleppo adalah “Ashabul Ukhdud Abad ke-21“.
    3. Apa yang terjadi di Aleppo dan Suriah adalah ujian dari Allah, apakah kita akan berdiam diri menyaksikan kejahatan-kejahatan dilakukan atas kaum Muslimin dan orang-orang yang beriman kepada Allah, atau kita akan bergerak mengamalkan tuntunan Allah dalam Al-Quran surah Al-Anfaal ayat 72:
    ‎إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ آوَوْا وَنَصَرُوا أُولَئِكَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَالَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يُهَاجِرُوا مَا لَكُمْ مِنْ وَلايَتِهِمْ مِنْ شَيْءٍ حَتَّى يُهَاجِرُوا وَإِنِ اسْتَنْصَرُوكُمْ فِي الدِّينِ فَعَلَيْكُمُ النَّصْرُ إِلا عَلَى قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ مِيثَاقٌ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ (٧٢)
    “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan memberi pertoIongan (kepada muhajirin, menyelamatkan iman dan nyawanya), mereka itu satu sama lain saling melindungi. Dan (terhadap) orang-orang yang beriman tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikit pun bagimu melindungi mereka, sampai mereka berhijrah. (Tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu WAJIB memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah terikat perjanjian antara kamu dengan mereka. Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”
    15. Semoga amal yang kita lakukan untuk menjawab tuntunan Allah dalam ayat di atas mengundang pertolongan Allah, sehingga perdamaian hakiki kembali menyelimuti Aleppo, Suriah, Negeri Syam, dan seluruh permukaan dunia.*
    Jakarta, Ahad, 24 Rajab 1437 / 1 Mei 2016
    Departemen Luar Negeri
    Dewan Pengurus Pusat Hidayatullah
    Masjid Umawi yang dibom dan dibakar rezim Asad. Untuk pertama kalinya sejak seribu tahun lalu, tidak ada solat Jum’at di Aleppo

Senin, 15 Februari 2016

Jurnalisme Takwa

0 komentar

PADA awal 1978, Koran Kompas pernah dibredel oleh pemerintah Soeharto selama 3 pekan. Setelah itu, harian yang dikomandoi oleh Jakob Oetama ini tampil lebih lembut. Mereka melunak. Padahal, ketika itu, kebanyakan surat kabar menganut jurnalisme keras dan sarat dengan kritik terhadap pemerintah.
Perubahan sikap ini kemudian diistilahkan oleh Rosihan Anwar sebagai jurnalisme kepiting. Artinya, mereka bersikap tak ubahnya seperti kepiting. Ketika ada hambatan di depan, mereka mundur, atau berjalan menyamping, lalu mencari jalan lain yang lebih aman. Ya, jalan aman.
Jika dulu ada istilah jurnalisme kepiting, rasanya cocok bila kita menyebut sikap yang bertolak belakang dengan itu sebagai jurnalisme banteng. Kita tahu, banteng selalu menyeruduk setiap hambatan yang ada di depannya. Tak peduli seberat apa pun halangan itu, ia hantam.
Harus kita akui, saat ini media dengan gaya banteng seperti itu ada, bahkan jumlahnya tak sedikit. Mereka mengkritik dengan sangat kasar, mencampur adukkan fakta dan opini untuk “menghantam” apa yang mereka tak suka, bahkan tak peduli apakah informasi yang mereka sampaikan bohong atau bukan.
Media Islam seharusnya tak melakukan kedua “budaya” itu. Media Islam tak akan bersikap seperti kepiting: berhenti atau berbelok mencari jalan lain manakala menemukan hambatan, atau bersikap seperti banteng: menyeruduk tampa etika.
Media Islam akan terus berjalan penuh kehati-hatian manakala ada hambatan yang menghadang di hadapannya. Media Islam harus terus melangkah sebagaimana nasehat Ubay bin Ka’ab kepada sahabatnya Umar bin Khaththab.
Diceritakan bahwa Umar suatu hari bertanya kepada Ubay tentang takwa. Lalu Ubay balik bertanya pada Umar, “Bukankah Anda pernah melewati jalan penuh duri? Apa yang Anda lakukan saat itu?”
Umat tidak menjawabnya dengan berhenti. Umar justru menjawabnya, “Saya (terus) berjalan (namun) berhati-hati.”
Begitulah seharusnya media Islam: tetap melangkah dengan penuh kehati-hatian. Media Islam  tak boleh berhenti mewarta sebagaimana para dai tak boleh berhenti berdakwah. Media Islam tak boleh berhenti mengkhabarkan konsep jihad dan khilafah secara benar kepada masyarakat meski saat ini kedua istilah itu tengah dihujam fitnah luar biasa akibat ulah sekelompok ekstrim.
Media Islam harus terus menceritakan kondisi para pengungsi Suriah yang begitu memprihatinkan agar kaum Muslim di seluruh dunia mau menyisihkan hartanya untuk membantu mereka meski aliran dana ke negeri konflik saat ini tengah mendapat sorotan tajam.
Hanya saja, sekali lagi, media Islam harus berhati-hati melangkah. Pastikan bahwa para jurnalis Muslim yang bekerja di media-media Islam telah bekerja sesuai kode etik jurnalis Muslim, sebagaimana banyak dijelaskan dalam al-Qur’an dan Hadits.
Misalnya, para jurnalis Muslim harus bekerja secara profesional sebagaimana kaidah profesi dalam kejurnalistikan selagi hal tersebut tidak bertentangan dengan al-Qur’an dan as-Sunnah.
Dalam kaidah fiqih disebutkan, al-muslimuna ‘ala syuruthihim (kaum muslimin itu wajib memenuhi syarat-syarat yang ada di antara mereka).
Itu berarti, jurnalistik sebagai cabang ilmu yang memiliki aturan (syarat-syarat) yang telah disepakati bersama harus dipatuhi oleh para jurnalis Muslim sepanjang hal tersebut tidak menyelisihi al-Qur’an dan as-Sunnah.
Selain itu, para jurnalis Muslim pantang mempublikasikan berita-berita bohong sebagai mana Islam juga mencela perbuatan tersebut. Para jurnalis Muslim harus mematuhi kaidahtabayyun (klarifikasi) dalam menyusun berita. Para jurnalis Muslim pantang menerima sogokan dan pantang pula menyajikan berita yang mengandung unsur fakhisya(menggambarkan kekerasan dan seksual secara fulgar).
Media Islam harus segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat, disertai pemberitahuan atau permintaan maaf kepada pihak-pihak yang mengajukan keberatan atas kesalahan tersebut. Dan, jurnalis Muslim harus mencantumkan sumber data/informasi yang dikutip olehnya dari media publikasi yang lain.
Semua etika tersebut ada dalam al-Qur’an dan al-Hadits. Jika etika-etika tersebut telah dipatuhi oleh para pewarta Muslim namun tetap saja makar itu tak bisa dibendung, maka yakinlah bahwa makar Allah Subhanahu Wata’ala jauh lebih hebat dari makar siapa pun di bumi ini.
Selamat bekerja, jurnalis Muslim. Jangan pernah berhenti berdakwah![]

Rep: Admin Hidcom
Editor: Cholis Akbar

Tiga Solusi Tegakkan Kembali Peradaban Umat Islam

0 komentar

KRISIS terbesar yang dialami umat Islam saat ini adalah hilangnya kepercayaan diri terhadap keunggulan syariat Islam. Peradaban yang pernah dipuncaki oleh generasi orang-orang shaleh terdahulu dianggap oleh sebagian manusia sebagai sejarah masa lalu. Sedang sejarah bagi mereka hanyalah sebagai sepenggal kehidupan masa silam yang pernah terjadi.
Kejayaan peradaban Islam itu tak lebih sebagai nostalgia indah yang menjadi dongeng turun temurun. Seolah ia tak punya hubungan dengan kehidupan sekarang. Orang itu mengaku beriman dan berqur’an tapi sekaligus masih ragu dengan al-Kitab yang menjadi panduan hidupnya tersebut. Apalagi jika syariat Islam dikaitkan dengan zaman yang disebut canggih dan modern ini.
Tak heran akibatnya mudah ditebak, syariat Islam menjadi asing di tengah masyarakat Muslim. Sebagian mereka menjadi silau dengan segala budaya dan ilmu pengetahuan yang datang dari Barat dan di luar Islam. Parahnya lagi ada yang sampai membenci agama hanya untuk mempertahankan apa yang menjadi kebanggaan dirinya. Menganggap Islam sebagai ajaran kolot dan selanjutnya Barat menjadi kiblat utama mereka sekarang.
Bagi seorang Muslim keadaan tersebut tak boleh dibiarkan bersemayam dalam pikiran apalagi hatinya. Untuk itu ia harus move on dan beranjak dari krisis tersebut setidaknya dengan tiga solusi berikut ini:
Pertama: Membangun ilmu yang mapan
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala (Swt) :
اقرأ باسم ربك الذي خلق ، خلق الإنسان من علق ، اقرأ وربك الأكرم ، الذي علم بالقلم ، علم الإنسان ما لم يعلم
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-Alaq [96]: 1).
Ayat yang turun pertama kali ini menjadi pondasi dasar bagi orang beriman. Membaca merupakan syarat utama memperoleh ilmu. Untuk memahami dan melaksanakan syariat Islam dibutuhkan ilmu yang benar dan memadai. Sebab tak sedikit manusia yang niatnya berbuat baik tapi terjerumus ke dalam kesalahan bahkan kesesatan.
Dengan ilmu, adab seorang Muslim juga bisa terjaga. Ia makin mengenal siapa dirinya dan mengetahui hak dan kewajibannya. Mulai dari peran sebagai seorang hamba di hadapan Tuhan Pencipta dan menjadi khalifah yang bertugas mengurus kemasalahatan di muka bumi. Disebutkan, fungsi ilmu selain membenarkan amalan dan menguatkan keimanan, ilmu juga bisa menaikkan derajat orang tersebut di hadapan Allah.
Senada, Majid Irsan al-Kilani dalam Falsafah at-Tarbiyah al-Islamiyah, menjelaskan kedudukan manusia yang berilmu dalam kehidupannya. Menurut al-Kilani setidaknya orang berilmu memandang dengan lima pola interaksi. Hubungan manusia dengan al-Khaliq adalah ikatan penghambaan, hubungan dengan alam sekitar sebagai ikatan pemberdayaan (at-taskhir), dengan manusia lainnya adalah hubungan berbuat baik (adil dan ihsan), dengan kehidupan adalah ikatan ujian, dan dengan kehidupan akhirat adalah ikatan tanggung jawab (al-mas`uliyah) dan balasan (al-jaza`).
Kedua: Membangun iman yang mendalam
Bagi orang beriman, apapun itu pastinya tak cukup jika tak dibarengi dengan keimanan kepada Allah. Mengilmui syariat Islam secara rinci bahkan menghafal dalil-dalil yang ada hanya menjadi sia-sia jika tak didasari dengan pondasi iman atau hidayah.
Godaan syahwat dan kepuasaan sesaat di dunia hanya bisa terlewati dengan bekal iman di dada. Sebagaimana jalan terjal menuju surga juga hanya bisa didaki dengan stok iman yang cukup. Memahami syariat Islam dengan baik dan rinci menjadi tidak bermakna tanpa adanya iman. Iman adalah bekal untuk menggapai keridhaan dan pengakuan Allah serta jaminan keselamatan. Dengan iman, kehadiran manusia di dunia menjadi sesuatu yang bermakna. Yaitu menyembah kepada Allah dan menjadi wakil-Nya dalam mengurus kehidupan dunia.
Tanpa iman, kebahagiaan yang diakui manusia berubah menjadi semu dan palsu. Materi yang dipunyai dan seluruh kenikmatan dunia nyaris menjadi hampa sekiranya orang tersebut abai mengurus imannya. Sebab memburu kesenangan dunia tanpa berbekal keimanan hanya mengantar seseorang kepada frustasi dan kecewa berkepanjangan. Lihatlah, orang-orang kaya yang miskin iman. Meski hidup glamour, namun mereka adalah kumpulan orang gelisah yang tak mampu menikmati harta kekayaannya sedikitpun.
Ketiga: Membangun ukhuwah yang kokoh
Longgarnya ukhuwah (persaudaraan) di tengah umat Islam menyuburkan krisis yang menimpa saat ini. Hal ini menjadi peluang besar bagi musuh-musuh Islam untuk memberaikan rajutan ukhuwah yang terjalin, mendinginkan dekapan ukhuwah, dan menjadikan cinta sesama saudara Muslim berubah tawar dan hampa. Inilah fenomena umat Islam saat ini. Sebagian mereka masih sibuk bertikai sesama Muslim sedang di luar sana musuh-musuh Islam bertepuk riuh dengan pemandangan tersebut.
Berjama’ah adalah pola hidup yang menjadi kebutuhan setiap makhluk hidup. Ia bersifat fitrah dan berjalan secara sunnatullah. Dengan pemahaman demikian maka tak pantas seorang manusia berlaku sombong kepada lainnya. Semuanya adalah lemah dan tak berdaya di hadapan Allah. Semuanya hanya bisa kuat ketika mengikatkan diri dalam satu simpul ukhwat berbalut keimanan kepada Allah.
Allah berfirman:
واعتصموا بحبل الله جميعا ولا تفرقوا واذكروا نعمت الله عليكم إذ كنتم أعداء فألف بين قلوبكم فأصبحتم بنعمته إخوانا وكنتم على شفا حفرة من النار فأنقذكم منها كذلك يبين الله لكم آياته لعلكم تهتدون
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” (QS. Ali Imran [3]: 103)
Ada banyak cara dalam menautkan hati sesama orang beriman. Salah satunya adalah dengan menjauhi buruk sangka, iri hati, dendam, dan benci kepada saudara Muslim. “Jangan kalian saling mendengki dan membelakangi karena permusuhan dalam hati. Tetapi jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara.” Demikian pesan Nabi dalam riwayat Imam al-Bukhari.
Terakhir, apapun kondisi kaum muslimin belakangan ini, bukanlah alasan yang tepat untuk berpangku tangan apalagi sekedar mengeluh dan berputus asa. Setidaknya inilah tiga solusi mendasar yang bisa menjadi penawar daripada dahaga umat Islam menyongosng kebangkitan kembali peradaban Islam tersebut. Saatnya bekerja dan bermujahadah serta saling mengingatkan dalam bingkai ukhuwah Islamiyah.*/Mustabsyirah Syammarpegiat komunitas penulis Malika  

Rep: Admin Hidcom
Editor: Cholis Akbar

Menjadi Wanita, Mudah atau Susah?

0 komentar

Oleh: Sabil

“JADI perempuan itu nggak gampang,” protes seorang wanita dalam sebuah iklan pembalut di televisi.
Dari iklan tersebut, wanita itu ingin menyampaikan pesan bahwa menjadi seorang wanita itu tidak mudah. Apalagi jika “datang bulan” lalu pembalutnya tembus. Pesan wanita itu ada betulnya, tapi tidak sepenuhnya benar.
Memang menjadi seorang wanita tidak mudah. Di samping ia adalah makluk yang lemah, juga mempunyai tugas yang berat dan tidak bisa dilakukan oleh kaum lelaki. Misalkan, mengandung anak selama sembilan bulan dan membawanya di dalam perut yang berat dalam waktu lama.
Kemudian ia juga melahirkan, merasakan sakit yang tiada tara, mempertaruhkan nyawanya. Lalu lahirlah bayi, kemudian ia menyusui dan menyapihnya. Tak sampai di situ, ia juga harus mendidik anak tersebut, sebab ini menjadi tugas utama ibu.
Begitu juga dengan ibadah. Dalam beberapa ibadah perempuan ‘tertinggal’ dari laki-laki. Jika “datang bulan” atau nifas maka ia tidak boleh shalat dan berpuasa. Ia juga dilarang memasuki masjid dan memegang al-Qur’an.
Dalam hal pembagian warisan pun perempuan mendapat setengah dari bagian laki-laki. Sementara aurat wanita lebih susah dijaga dibanding lelaki karena banyak yang harus ditutupi.
Ibu, Lalu Bapak
Sementara itu, muncul kelompok feminim yang ceritanya memperjuangkan nasib kaum wanita. Alih-alih mendapatkan hak yang diperjuangkan; kesetaraan dan kemerdekaan. Malahan mereka semakin jatuh ke dalam jurang kehancuran.
Bahkan dari perjuangan untuk menyetarakan gender ini bisa melahirkan bibit kerusakan moral maupun kelainan seksual. Misalkan, perempuan suka sama perempuan.
Dikutip dari hidayatullah.com (11/02/2016), menukil perkataan penulis novel Gola A Gong, bahwa meningkatnya kasus lesbian, homoseksual, biseksual, dan transgender (LGBT) di antaranya akibat pemahaman kesetaraan gender yang salah.
Allah Subhanahu Ta’ala telah menciptakan makhluk-Nya dengan sangat detail dan sempurna.
Allah berfirman dalam surat At-Tin ayat 4, “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” Pasti terkandung hikmah yang besar di balik penciptaan laki-laki dan wanita.
Islam sangat memuliakan wanita, posisinya sangat agung dalam agama ini. Wanita atau ibu didahulukan dan disebut sebanyak tiga kali, ketika seorang anak ingin berbuat baik kepada orang tuanya.
Diriwayatkan, Abu Hurairah Radiyallahu‘anhu berkata, “Datang seseorang kepada Rasulullah lalu bertanya, ‘wahai Rasulullah, siapa yang paling berhak untuk saya berbuat baik padanya?’
Rasulullah menjawab: Ibumu,
Dia bertanya lagi: lalu siapa?
Rasulullah menjawab: Ibumu,
Dia bertanya lagi: lalu siapa?
Rasulullah kembali menjawab: Ibumu,
Lalu dia bertanya lagi: lalu siapa?
Rasulullah menjawab: Bapakmu.” (HR Bukhari dan Muslim)
Mudah, Kok!
Syariat Islam memerintahkan para suami untuk berbuat baik kepada istrinya. Menghargainya, menghormatinya, tidak menyakitinya, bersabar atas segala kekurangannya, memberikan nafkah, dan lain sebagainya.
Semua itu merupakan bagian dari perintah Allah, “Dan pergaulilah mereka (para istri) dengan cara yang baik.” (An-Nisaa: 19)
Dari Abu Hurairah RA berkata: “Rasulullah bersabda: ‘orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya, sebaik-baik kalian yang paling baik terhadap istrinya’.” (HR Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi)
Dalam riwayat lain, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Orang yang berusaha membantu para janda dan orang miskin maka dia berada di jalan Allah atau seperti orang yang shalat malam dan puasa sepanjang hari.” (HR Bukhari dan Muslim)
Sebenarnya, berdasarkan pengalaman yang dirasakan istri penulis, menjadi wanita itu gampang dan tidak susah. Tidak sesulit dan seberat yang dipikirkan kaum feminis, kapitalis, dan liberalis.
Sebab, cukup dengan mematuhi garis yang dibuat oleh Sang Pencipta wanita, yaitu AllahSubhanahu Wata’ala, maka semua akan menjadi mudah dan berakhir bahagia. Dunia dan akhirat. Insya Allah! Wallahu a’lam.*
Penulis adalah kepala rumah tangga, tinggal di Makassar
Rep: Admin Hidcom
Editor: Muh. Abdus Syakur

Berbuat Baik pada Tetangga

0 komentar

Dari Abu Syuraih bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
 وَاللَّهِ لَا يُؤْمِنُ وَاللَّهِ لَا يُؤْمِنُ وَاللَّهِ لَا يُؤْمِنُ قِيلَ وَمَنْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الَّذِي لَا يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَايِقَهُ
تَابَعَهُ شَبَابَةُ وَأَسَدُ بْنُ مُوسَى وَقَالَ حُمَيْدُ بْنُ الْأَسْوَدِ وَعُثْمَانُ بْنُ عُمَرَ وَأَبُو بَكْرِ بْنُ عَيَّاشٍ وَشُعَيْبُ بْنُ إِسْحَاقَ عَنْ ابْنِ أَبِي ذِئْبٍ عَنْ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
“Demi Allah, tidak beriman, demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman. Ditanyakan kepada beliau; Siapa yang tidak beriman wahai Rasulullah? beliau bersabda: Yaitu orang yang tetangganya tidak merasa aman dengan gangguannya. {Shahih Bukhari No: 5557, Kitab: Adab, Bab: Dosa seseorang yang tetangganya tak merasa aman dari gangguannya}.