Hidayatullah Sleman

 

Senin, 15 Februari 2016

Tiga Solusi Tegakkan Kembali Peradaban Umat Islam

0 komentar

KRISIS terbesar yang dialami umat Islam saat ini adalah hilangnya kepercayaan diri terhadap keunggulan syariat Islam. Peradaban yang pernah dipuncaki oleh generasi orang-orang shaleh terdahulu dianggap oleh sebagian manusia sebagai sejarah masa lalu. Sedang sejarah bagi mereka hanyalah sebagai sepenggal kehidupan masa silam yang pernah terjadi.
Kejayaan peradaban Islam itu tak lebih sebagai nostalgia indah yang menjadi dongeng turun temurun. Seolah ia tak punya hubungan dengan kehidupan sekarang. Orang itu mengaku beriman dan berqur’an tapi sekaligus masih ragu dengan al-Kitab yang menjadi panduan hidupnya tersebut. Apalagi jika syariat Islam dikaitkan dengan zaman yang disebut canggih dan modern ini.
Tak heran akibatnya mudah ditebak, syariat Islam menjadi asing di tengah masyarakat Muslim. Sebagian mereka menjadi silau dengan segala budaya dan ilmu pengetahuan yang datang dari Barat dan di luar Islam. Parahnya lagi ada yang sampai membenci agama hanya untuk mempertahankan apa yang menjadi kebanggaan dirinya. Menganggap Islam sebagai ajaran kolot dan selanjutnya Barat menjadi kiblat utama mereka sekarang.
Bagi seorang Muslim keadaan tersebut tak boleh dibiarkan bersemayam dalam pikiran apalagi hatinya. Untuk itu ia harus move on dan beranjak dari krisis tersebut setidaknya dengan tiga solusi berikut ini:
Pertama: Membangun ilmu yang mapan
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala (Swt) :
اقرأ باسم ربك الذي خلق ، خلق الإنسان من علق ، اقرأ وربك الأكرم ، الذي علم بالقلم ، علم الإنسان ما لم يعلم
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-Alaq [96]: 1).
Ayat yang turun pertama kali ini menjadi pondasi dasar bagi orang beriman. Membaca merupakan syarat utama memperoleh ilmu. Untuk memahami dan melaksanakan syariat Islam dibutuhkan ilmu yang benar dan memadai. Sebab tak sedikit manusia yang niatnya berbuat baik tapi terjerumus ke dalam kesalahan bahkan kesesatan.
Dengan ilmu, adab seorang Muslim juga bisa terjaga. Ia makin mengenal siapa dirinya dan mengetahui hak dan kewajibannya. Mulai dari peran sebagai seorang hamba di hadapan Tuhan Pencipta dan menjadi khalifah yang bertugas mengurus kemasalahatan di muka bumi. Disebutkan, fungsi ilmu selain membenarkan amalan dan menguatkan keimanan, ilmu juga bisa menaikkan derajat orang tersebut di hadapan Allah.
Senada, Majid Irsan al-Kilani dalam Falsafah at-Tarbiyah al-Islamiyah, menjelaskan kedudukan manusia yang berilmu dalam kehidupannya. Menurut al-Kilani setidaknya orang berilmu memandang dengan lima pola interaksi. Hubungan manusia dengan al-Khaliq adalah ikatan penghambaan, hubungan dengan alam sekitar sebagai ikatan pemberdayaan (at-taskhir), dengan manusia lainnya adalah hubungan berbuat baik (adil dan ihsan), dengan kehidupan adalah ikatan ujian, dan dengan kehidupan akhirat adalah ikatan tanggung jawab (al-mas`uliyah) dan balasan (al-jaza`).
Kedua: Membangun iman yang mendalam
Bagi orang beriman, apapun itu pastinya tak cukup jika tak dibarengi dengan keimanan kepada Allah. Mengilmui syariat Islam secara rinci bahkan menghafal dalil-dalil yang ada hanya menjadi sia-sia jika tak didasari dengan pondasi iman atau hidayah.
Godaan syahwat dan kepuasaan sesaat di dunia hanya bisa terlewati dengan bekal iman di dada. Sebagaimana jalan terjal menuju surga juga hanya bisa didaki dengan stok iman yang cukup. Memahami syariat Islam dengan baik dan rinci menjadi tidak bermakna tanpa adanya iman. Iman adalah bekal untuk menggapai keridhaan dan pengakuan Allah serta jaminan keselamatan. Dengan iman, kehadiran manusia di dunia menjadi sesuatu yang bermakna. Yaitu menyembah kepada Allah dan menjadi wakil-Nya dalam mengurus kehidupan dunia.
Tanpa iman, kebahagiaan yang diakui manusia berubah menjadi semu dan palsu. Materi yang dipunyai dan seluruh kenikmatan dunia nyaris menjadi hampa sekiranya orang tersebut abai mengurus imannya. Sebab memburu kesenangan dunia tanpa berbekal keimanan hanya mengantar seseorang kepada frustasi dan kecewa berkepanjangan. Lihatlah, orang-orang kaya yang miskin iman. Meski hidup glamour, namun mereka adalah kumpulan orang gelisah yang tak mampu menikmati harta kekayaannya sedikitpun.
Ketiga: Membangun ukhuwah yang kokoh
Longgarnya ukhuwah (persaudaraan) di tengah umat Islam menyuburkan krisis yang menimpa saat ini. Hal ini menjadi peluang besar bagi musuh-musuh Islam untuk memberaikan rajutan ukhuwah yang terjalin, mendinginkan dekapan ukhuwah, dan menjadikan cinta sesama saudara Muslim berubah tawar dan hampa. Inilah fenomena umat Islam saat ini. Sebagian mereka masih sibuk bertikai sesama Muslim sedang di luar sana musuh-musuh Islam bertepuk riuh dengan pemandangan tersebut.
Berjama’ah adalah pola hidup yang menjadi kebutuhan setiap makhluk hidup. Ia bersifat fitrah dan berjalan secara sunnatullah. Dengan pemahaman demikian maka tak pantas seorang manusia berlaku sombong kepada lainnya. Semuanya adalah lemah dan tak berdaya di hadapan Allah. Semuanya hanya bisa kuat ketika mengikatkan diri dalam satu simpul ukhwat berbalut keimanan kepada Allah.
Allah berfirman:
واعتصموا بحبل الله جميعا ولا تفرقوا واذكروا نعمت الله عليكم إذ كنتم أعداء فألف بين قلوبكم فأصبحتم بنعمته إخوانا وكنتم على شفا حفرة من النار فأنقذكم منها كذلك يبين الله لكم آياته لعلكم تهتدون
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” (QS. Ali Imran [3]: 103)
Ada banyak cara dalam menautkan hati sesama orang beriman. Salah satunya adalah dengan menjauhi buruk sangka, iri hati, dendam, dan benci kepada saudara Muslim. “Jangan kalian saling mendengki dan membelakangi karena permusuhan dalam hati. Tetapi jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara.” Demikian pesan Nabi dalam riwayat Imam al-Bukhari.
Terakhir, apapun kondisi kaum muslimin belakangan ini, bukanlah alasan yang tepat untuk berpangku tangan apalagi sekedar mengeluh dan berputus asa. Setidaknya inilah tiga solusi mendasar yang bisa menjadi penawar daripada dahaga umat Islam menyongosng kebangkitan kembali peradaban Islam tersebut. Saatnya bekerja dan bermujahadah serta saling mengingatkan dalam bingkai ukhuwah Islamiyah.*/Mustabsyirah Syammarpegiat komunitas penulis Malika  

Rep: Admin Hidcom
Editor: Cholis Akbar

0 komentar:

Posting Komentar